no license please
Bookmark

Kinerja Presiden di Tahun 2025: Antara Harapan, Nyinyiran, dan Realita +62

Kinerja Presiden Indonesia di tahun 2025
Illustrasi
Tahun 2025, Indonesia lagi rame. Bukan cuma karena konser internasional dan promo Shopee 6.6, tapi karena rakyat +62 lagi sibuk ngomentarin kinerja Presiden di tahun terakhir sebelum Pilpres berikutnya. Ada yang muji, ada yang nyinyir, ada juga yang… cuek tapi tetep nge-tweet.
“Pemimpin itu bukan dewa. Tapi kalau tiap keputusan bikin rakyat misuh-misuh, ya harus siap dengerin ocehan warganet.”
Jadi, rasanya gimana sih kerja jadi seorang Presiden Indonesia di tahun 2025?
Mari kita kulik bareng-bareng, dengan gaya yang receh tapi serius.

Infrastruktur Masih Jadi Andalan, Tapi…

Tahun 2025, pembangunan fisik masih gaspol. Jalan tol terus nambah, bandara baru dibangun di beberapa daerah, dan proyek kereta cepat udah makin ngebut. Presiden beserta jajaran kabinetnya, masih percaya bahwa infrakstruktur adalah tulang punggung ekonomi.
“Bangun jalan, jembatan, bandara. Tapi tolong dong, jangan lupakan trotoar yang layak buat pejalan kaki!”
Tapi warga juga mulai banyak nanya:
“Kenapa pembangunan cuma kelihatan di kota besar?”.
“Mana pembangunan buat kampung kami?”.
“Jalan desa masih lebih cocok buat motocross!”.
Jadi ya, walau progress-nya oke, masyarakat tetap kritis. Mereka gak buta prestasi, tapi juga gak mau disogok jalan tol doang.

Ekonomi: Antara Sembako, UMKM, dan Cicilan yang Mencekik

“Mereka janji ekonomi bakal stabil, tapi kenapa harga cabai makin bikin berurai air mata.. tapi ini bukan karena pedes?”
Presiden 2025 menghadapi tantangan berat: dunia lagi gonjang-ganjing, harga minyak global naik, dan kripto naik-turun kayak mood mantan. Pemerintah pun ambil langkah:
  1. Subsidi untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah).
  2. Program BLT (Bantuan Langsung Tunai) digital.
  3. Menaikan Pajak untuk e-commerce asing.
Namun... rakyat tetap ngeluh. Kenapa?
  1. Harga kebutuhan pokok gak stabil.
  2. Gaji naiknya pelan, biaya hidup ga pernah turun.
  3. Cicilan makin banyak, THR numpang lewat dan hilang entah ke mana.
“Ekonomi Indonesia masih kuat!” kata para pejabat. Tapi di Twitter, rakyat bilang, “kuat apanya? Listrik naik, pulsa cepet habis, Indomie makin kecil!”

Pendidikan Digital: Canggih tapi Bikin Bingung

Pemerintah 2025 dorong digitalisasi pendidikan habis-habisan.
Semua sekolah wajib punya platform digital, buku cetak dikurangin, dan siswa diajak belajar lewat aplikasi.
"Aplikasi buat belajar semakin banyak, namun anak-anak malah stress. Gurunya juga jadi admin, bukan pendidik.”
Masalahnya?
Banyak guru gagap teknologi (gaptek).
Murid makin gak fokus karena “kelas online = sambil rebahan”.
Sistemnya kadang error pas ujian nasional (eh, masih ada gak sih itu?).
Walaupun niatnya bagus, pelaksanaan di lapangan masih jauh dari kata “mantap jiwa”. Orang tua juga pusing: beli kuota terus, beli HP baru buat sekolah, tapi nilai anak tetep… pas-pasan.

Media Sosial = Sumber Nyinyiran dan Aspirasi

Presiden 2025 cukup aktif di media sosial. Kadang muncul di TikTok buat QnA santai, kadang nge-tweet soal capaian pemerintah. Tapi... gak semua warga senang.
“Rakyat ngasih kritik di TikTok, dibalesnya pake press release 20 halaman.”
Soalnya netizen sekarang bukan kaleng-kaleng.
Kritiknya pedes, tapi sering kena baper:
“Pemerintah slow-respon soal banjir.”
“Biaya perjalanan dinas baik di dalam maupun luar negeri masih bikin netizen geleng-geleng”
“Terlalu banyak pencitraan, minim aksi nyata.”
Padahal warganet itu pengen didengar, bukan ditangkis pake jargon atau bahkan janji politik.

Kesehatan: Fokus ke Faskes, Tapi BPJS Masih Misteri

Tahun 2025, pemerintah fokus meningkatkan layanan kesehatan primer. Puskesmas dibikin kekinian, RS rujukan ditambah, dan digitalisasi antrian mulai jalan.
“Antrian BPJS lebih lama dari masa PDKT. Tapi obatnya? Kadang cuma paracetamol.”
Tapi... netizen masih punya banyak unek-unek:
BPJS ribet ngurusin dokumennya dan sering ditolak.
Dokter overload pasien, pasien suruh pulang tanpa ada tindakan.
Fasilitas di daerah minim banget.
Beberapa ngerasa, pemerintah terlalu fokus ke “branding” kesehatan, tapi lupa memperbaiki layanan dasarnya. Dan ya, gak semua orang bisa bedain “program bagus” dengan “pelaksanaan bagus”.

Lingkungan: Suara Alam Mulai Didengar, Tapi…

“Katanya green energy, tapi PLTU masih jalan. Terus siapa yang bener?”
Presiden 2025 mulai menggandeng generasi muda peduli iklim.
Banyak kampanye soal:
  1. Kendaraan listrik.
  2. Larangan plastik sekali pakai.
  3. Reboisasi hutan.
Tapi... fakta di lapangan?
  1. Proyek tambang masih jalan.
  2. Alih fungsi hutan belum kelar-kelar.
  3. Aktivis lingkungan masih dianggap "pengganggu".
Warga mulai ngerasa bahwa isu lingkungan diangkat pas menjelang agenda internasional doang, kayak buat pencitraan. Padahal, banjir makin sering dan kualitas udara… yah, kalah sama AC bus Transjakarta.

Generasi Muda: Disuruh Kreatif, Tapi Sering Gak Dikasih Ruang

Presiden 2025 banyak bahas bonus demografi. Anak muda diajak jadi pelaku digital ekonomi, kreator konten positif, dan pebisnis start-up.
Katanya generasi emas 2045. Tapi tiap kritik dikatain ‘kurang nasionalis’.
Namun... perasaan anak muda justru diabaikan kayak:
Kritik sosial disensor.
Akses modal usaha ribet.
Ruang berpendapat dibatasi.
Ujung-ujungnya? Anak muda milih ngeluarin unek-unek lewat meme. Kritik diubah jadi lucu-lucuan, padahal isinya serius banget.

Data Digital & Keamanan: Canggih, Tapi Kok Gampang Bocor?

“Data KTP dan nomor HP gue bocor, tapi diskon gak pernah masuk ke akun.”
Tahun 2025, digitalisasi layanan publik makin merajalela. Urus KTP, SIM, sampai daftar sekolah semua bisa online.
Tapi... warga mulai panik karena:
Data sering bocor ke platform luar.
Aplikasi pemerintah rawan error.
Privasi pengguna kurang jelas.
Netizen mulai curiga: “kok kita transparan banget ke negara, tapi negara gak transparan ke kita?”

Stabilitas Politik: Aman Tapi Garing?

“Rasanya kayak nonton sinetron, tapi episodenya disensor semua.. kek KPI aja!”
Tahun ini relatif damai, gak banyak drama politik. Tapi warga justru resah... kok rasanya semua serba diam?
Gak ada debat panas yang membahas rakyat.
Isu penting ditutup-tutupi.
Oposisi dianggap pembangkang.
Warga jadi ngerasa kehilangan dinamika demokrasi yang sehat. Rakyat pengen lihat beda pendapat yang produktif, bukan cuma salam-salaman di depan kamera.

Presiden Itu Manusia, Tapi Rakyat Butuh Bukti

“Gak perlu sempurna, asal jujur dan mau dengerin.”
Ya bisa dibilang, kinerja presiden tahun di 2025 ada kemajuan di beberapa sektor, tapi ya tapi.... bikin gerah sektor lain juga. Susahnya berlaku adil. Ga kebayang isi pikiran pak presiden, seperti apa jadinya?

Rakyat Indonesia itu gak neko-neko: mereka cuma pengen hidup tenang, makan cukup, punya masa depan, dan bisa ngeluh tanpa dituduh subversif.
Presiden yang sukses bukan cuma yang banyak bangun, tapi yang berani denger dan terjun langsung, dengarkan langsung keresahan dan jeritan rakyat.
Posting Komentar

Posting Komentar